Jember, Pak JITU.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) Majelis Ulama Indonesia Jember (MUI Jember), di Komisi A DPRD Jember tentang keharaman sound horeg mengungkap banyak fakta, (21/7/25).
Selain dasar-dasar pengambilan hukum seperti sudah tertuang dalam fatwa haram yang dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur, terdapat fakta ilmiah yang diungkap oleh Dr. KH. Abdul Haris selaku ketua MUI Jember.
Kiai yang juga adalah anggota Komisi Fatwa MUI Jatim itu dalam paparannya menyebutkan sudah melakukan observasi secara menyeluruh terhadap sound horeg, dan terjun langsung kelapangan untuk mendapatkan fakta sebenarnya dilapangan.
Batas ambang aman kebisingan terhadap kesehatan yang dikeluarkan oleh WHO setinggi 85 desibel juga diungkapkannya beserta tim. sedang dalam pelaksanaan sound horeg jauh diatas angka tersebut.
Fakta lainnya disebutkan bahwa sebelum keluarnya fatwa haram itu MUI Jatim sudah memintai keterangan berbagai pihak termasuk perwakilan 800 orang yang meminta fatwa haram dan pengusaha sound horeg.
Mantan Dekan UIN KHAS Jember itu menyebutkan juga memintai keterangan pakar (ahli) kebisingan dari Universitas Airlangga Surabaya Prof. Dr. Nyilo Purnami yang dalam hasil penelitiannya mengatakan bahaya sound horeg ketulian hingga kematian.
“Ini harus disuarakan, karena judulnya saja pak ‘Bahaya Sound Horeg Ketulian dan Kematian’,” ujarnya saat memberikan paparan dihadapan pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Jember itu.
“Kalau kemudian ini kita langgar, maka bangsa kita akan menjadi bangsa primitif karena menolak ilmu pengetahuan, Mohon maaf! bangsa yang maju panjenengan lihat apakah itu Persia, Yunani dan sebagainya itu sampai punya legacy karena mereka peduli terhadap ilmu pengetahuan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Kiai yang juga Dosen di UIN KHAS Jember itu mengatakan Indonesia akan menjadi bangsa yang mundur apabila menolak hasil penelitian ilmiah.
“Kalau kita sebagai bangsa itu sudah tidak lagi peduli, ,tidak menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pegangan, maka akan berarti kita akan menjadi bangsa yang terbelakang,” paparnya.
Sementara itu, Sekretaris kajian sound horeg Jember Ustadz Faiz Kurnia mengutarakan banyak fakta lapangan yang membuatnya sangat prihatin.
Faiz menyebutkan bahwa yang terlihat di dunia maya itu sama persis dengan fakta yang ada dilapangan. Dimana selain ukuran suara kebisingan yang diatas ambang aman kesehatan juga terdapat kemaksiatan yang luar biasa, mulai dari erotisme penari dengan pakaian seksi, minuman keras, kerusuhan, keterlibatan anak-anak, hingga pelaksanaan yang berada di depan masjid dan madrasah.
“Coba dibayangkan, dalam keadaan mendem (mabuk), mabuk didepan masjid pak!,” seru Faiz, yang menurutnya itu sangat merusak norma-norma akhlak.
“Dan kami menyaksikan sendiri tawuran sehingga oleh pihak keamanan dihentikan acara itu,” imbuhnya.
Ia juga memaparkan hasil wawancara dengan warga secara acak dari 31 kecamatan se Kabupaten Jember yang hasilnya menyebutkan 90 dari 100 orang merasa terganggu dengan keberadaan sound horeg itu. Namun menurutnya umumnya mereka memilih diam karena khawatir mendapat intimidasi.
“Hampir kurang lebih seratus responden yang kita sebar secara acak, itu kira-kira yang menikmati sound horeg itu tidak lebih dari sepuluh persen, jadi 90% itu dia mengatakan dirugikan dan terganggu,” bebernya.
Memang (mereka yang 90% itu) tidak berani speak up (bersuara) secara langsung lanjut Faiz, “Kenapa tidak berani speak up, yang tadi itu, konsekwensi speak up itu kadang dibully, kadang diintimidasi, persekusi dan seterusnya,” katanya.
Menanggapi pemaparan dari MUI Jember itu Wakil Ketua Komisi B DRPD Jember Tabroni mengatakan akan mengadakan koordinasi bersama, “DPRD, Pemkab Jember, Aparat Keamanan dan kita mengundang atau memanggil komunitas pencinta sound horeg agar kita tidak berlaku sisi sebelah gitu tidak adil bagi mereka,” terangnya pasca RDP.
“Agar ini semuanya benar-benar menjadi paripurna begitu,” pungkasnya. (Yunus)
Komentar Facebook